Lantang! RUU HIP Bikin Hancur-Hancuran, DPR Mestinya Paham!
Masih
adanya Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP)
dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 dikritisi oleh Partai
Gelombang Rakyat (Gelora)
Indonesia. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelora, Mahfuz Sidik menilai,
DPR telah kehilangan orientasinya dengan mempertahankan RUU HIP dalam Prolegnas
2020.
Padahal,
kata dia, RUU HIP telah menyebabkan pembelahan kohesi sosial masyarakat, dan
memperlemah kekuatan kebersamaan dalam rangka penanganan krisis akibat dampak
pandemi Covid-19.
"RUU HIP ini bikin
hancur-hancuran kohesi sosial, jadi pembelahan sekarang. Apa urusannya, kita
ngadepin Covid-19 saat ini ribut soal Pancasila,
komunisme, dan khilafah. Korelasinya apa? Hanya bangsa yang aneh saja,
menciptakan isu-su yang memperlemah kekuatan kebersamaan saat bangsa kita
krisis," kata Mahfuz dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (4/7/2020).
Menurut
dia, RUU HIP tidak dibutuhkan oleh masyarakat sekarang. Dia melanjutkan,
masyarakat lebih membutuhkan peran DPR dalam membantu pemerintah agar segera
keluar dari krisis.
"DPR
mestinya paham, apa sih yang dibutuhkan masyarakat sekatang. Masyarakat tidak
butuh RUU HIP, tapi butuh bagaimana peran DPR membantu
pemerintah dan membantu masyarakat agar segera keluar dari
krisis,"
imbuhnya.
Dirinya
mengaku tidak paham, alasan DPR tetap mempertahakan RUU HIP untuk dibahas.
Sepengetahuannya, RUU tersebut bukan usulan pemerintah, tapi usul inisiatif DPR
dari sebagian pihak dan fraksi.
"Apa
tujuannya dan targetnya, kita juga tidak tahu," kata mantan Ketua Komisi I
DPR RI ini.
Dengan
keputusan itu, dia berpendapat, secara nasional DPR dan pemerintah telah
kehilangan orientasinya, yang seharusnya bahu membahu fokus mengatasi krisis
saat ini. "Dampak Covid-19 tidak hanya masalah kesehatan, tapi juga masalah
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi kita, menurut BPS minus 7 persen," katanya.
Dirinya
berharap DPR lebih fokus lagi dan kongkret membantu pemerintah untuk mengatasi
dampak krisis akibat pandemi Covid-19. Dia memberikan contoh, biaya rapid test
mahal.
"Kenapa
DPR tidak membahas kebijakan yang mengikat pemerintah agar biayanya digratisin
atau disubsidi. Atau membahas insentif ke masyarakat seperti UMKM yang sekarang
diserahkan ke perbankan. Padahal kalau ada rekstrukturisasi, bisa terjadi
gelombang kolaps UKMK secara bersamaan," pungkasnya.
Sekadar
diketahui, 16 RUU dikeluarkan dari Prolegnas 2020 berdasarkan keputusan rapat
kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR, Menteri Hukum dan HAM (HAM) Yasonna H Laoly,
serta DPD RI pada, Kamis (2/7/2020). Rapat itu sekaligus melakukan penambahan
dan penggantian RUU di Prolegnas.
Sementara
RUU HIP tidak termasuk RUU yang dikeluarkan maupun yang diganti di Prolegnas
2020. RUU HIP tetap dipertahankan untuk dibahas bersama antara DPR dan
pemerintah.